That 15 Years More We Had Together

“Check my IG story.”

I was about to sleep when I saw a message from Arnold. So I checked. What about it? He’s a businessman so his first stories are mostly about his business, but then i stopped at a picture. A picture of you and your wife with a glaring RIP sign on it.

Holy. Moly. I was so wide awake. Without further thinking, I dialed his number. I asked what happened.

Of course, the pandemic took you away.

Then I saw your last message with Arnold. That you said goodbye before you’re going in ventilator.

You said thanks for everything.

Yeah, thank you, too. I wish I could say that. Thank you for being nice to me when most people don’t. Thank you for always being nice even when everyone is nice to me now. Thank you for the book talks. Thank you for asking what did I read recently. Thank you for sharing stupid book you’ve read. Thank you for sharing the joy of adoring the madness of Junji Ito’s work. Thank you for the good memories recently and back then, when I was still a junior high school student and you’re a uni student. Thank you for everything we wrote in GI forum, all those fiction we made together. You know I always think that you’re one of a wordsmith. Thank you for asking me things and listening my thoughts. Thank you for making me human.

You might be an asshole, as you often say about yourself. But the all the memories of your kindness linger.

We haven’t talked for almost a year but knowing that you’re gone hits me hard.

I never thought that hearing that you’re gone would break my heart.

We’ve been friends for more than 15 years. Knew you since you’re ugly and skinny until you’re fat, prosperous, and cutting your hair at Ryoji Sakate.

It’s hard to say it, I think you know why.

But all I can say now is, goodbye.

in memoriam of Andi Ichsan a.k.a. Excalibest

Barakallahu Lakuma!

Remember the time when you taught us a lot of things?

Remember the time you patiently point out my mistakes?

You might feel desperate seeing me and my friends’ stupidity and recklessness

Remember the time when I tried to match you with one of my friend?

Remember how it failed? But we laughed.

Deep inside I wonder who will match you right.

Remember all the sleepless night back in college,

and all the emotions on your graduation day.

And all the story you told back in office.

Finally,

So happy to see you happy!

(to D & A, 7/8/2020)

Iduladha Tahun Ini

Bismillah, tulisan ini dibuat dalam rangka mengerjakan tugas dari RBM IP Jakarta

Kerangka


 

Fyuh, sudah lama juga, ya, nggak menulis di sini. Di tengah pandemi yang menggerus pendapatan dan tabungan sebagian besar orang, alhamdulillah keluarga kami masih dimampukan untuk berkurban beberapa ekor kambing. Sejujurnya kami berharap bisa berkurban di masjid dekat rumah. Eh, ternyata tanpa nego dan diskusi, pihak yayasan memutuskan untuk meniadakan shalat iduladha dan kegiatan pemotongan kurban tahun ini. Padahal suami dan anggota DKM masjid sudah menyiapkan opsi-opsi pelaksanaan kegiatan kurban. Tapi karena pimpinan sudah berkata demikian, ya sudah, dituruti saja. Barangkali memang lebih baik seperti itu…

Tapi dibilang kecewa, ya tetap kecewa juga. Masjid di perumahan kami adalah salah satu masjid terbesar dan termakmur di wilayah kami, dan setiap tahunnya banyak daging kurban yang disalurkan ke warga sekitar yang kurang mampu. Tahun lalu saja, jumlah sapi dan kambing (masing-masing, ya, bukan total) yang dikurbankan saja mencapai belasan. Saya juga biasa memberikan kupon daging lebih ke asisten rumah tangga saya untuk dibagikan kepada tetangganya. Sedih rasanya membayangkan ratusan kilogram daging yang biasanya disalurkan kepada mereka, tahun ini terpaksa ditiadakan.

Kami pun memutar otak. Kami mencari masjid di sekitar rumah yang masih melaksanakan kurban. Kami pun mendapatkan 3 kandidat masjid: masjid komplek belakang rumah, masjid depan rumah ART kami, dan Masjid Al Munawar (tempat saya belajar tahsin). Satu ekor kambing kami serahkan ke masjid depan rumah ART kami, mudah-mudahan warga sekitar sana bisa mendapatkan manfaatnya. Satu ekor lagi kami serahkan ke yayasan yatim yang sudah menghubungi saya sejak jauh-jauh hari. Kambing terakhir, yang akan disembelih langsung oleh suami, diputuskan akan diserahkan ke Masjid Al Munawar. Masjid ini memang paling besar dan aksesnya cukup mudah (bisa dilewati mobil dan motor, parkirannya luas). Masjid ini yang menurut kami paling aman untuk didatangi, karena lokasinya memungkinkan untuk orang tidak berdesakan.

Jum’at pagi, keluarga kami melakasanakn shalat iduladha di rumah kami dengan suami sebagai imamnya. Namun, pemotongan hewan dilaksanakan hari Sabtu, sehingga setelah shalat id kami sekeluarga pergi ke rumah kami di Bandung untuk makan bersama dengan om dan tante kami. Insya Allah ikut protokol kesehatan, kok. Kami semua memakai masker dan seluruh jendela rumah dibuka. Bubble kami selama covid adalah seputar keluarga ibu saya (kakak dan adik ibu), dan keluarga inti suami (ibu mertua dan adik-adik ipar). Kami tidak bermudah-mudah pergi ke keramaian tanpa keperluan yang jelas. Semoga kami sekeluarga tetap dilindungi dari penyakit, ya…

Penyembelihan kambing dilaksanakan pada hari Sabtu. Jadi, setelah selesai les online jam 8, suami sarapan dan langsung berangkat ke Masjid Al Munawar. Sambil menunggu suami nyembelih kambing, saya beberes rumah, karena saya tahu, saya akan menghabiskan entah berapa jam ke depan dengan jadi tukang jagal hahahah… Tahun lalu rasanya mau nangis ngolah paha kambing utuh pakai pisau nggak tajam. Masa ngurus kambingnya 4 jam, masaknya 30 menit, abisnya 15 menit.. Tapi tahun ini kesalahan itu tidak saya ulangi lagi! Saya beli pisau baja dari teman saya, buatan suaminya yang tukang jagal lhoo… Alhamdulillah, eksekusi potong potong daging kambing sampai jadi sate cukup 90 menit saja.

Nyate tahun ini juga kami sudah lebih pengalaman. Kalau tahun lalu, kami nggak sabar nunggu arangnya jadi bara (walhasil sate gosong di luar mentah di dalam hahahahaha). Tahun ini proses masaknya lumayan lebih beradab – kami cukup sabar nunggu arangnya berubah jadi bara dan bolak balik satenya dengan sabaarr… Alhamdulillah tahun ini satenya rasanya lebih enak dari tahun lalu.

Akhir kata, beginilah kurban keluarga kami saat pandemi ini. Alhamdulillah masih bisa melaksanakan, semoga amalan ini diterima dan tahun-tahun berikutnya masih diberi kemampuan untuk berkurban.

PS: tahun ini juga saya baru tahu kalau yang benar itu tulisannya Iduladha bukan Idul Adha wakakakak.

Sahabatku Menjadi Doraemon

Ada masanya aku ingin sekali menjadi seperti Nobita. Ingin ini ingin itu banyak sekali. Lalu, Doraemon yang setia berada di sisinya pun memberikannya apapun yang dia mau.

Hey, tapi bukankah sahabat-sahabatku juga begitu?

“Vin, mobil gue mogok nih, tolong gue dong…”
Padahal lo sudah rebahan di atas kasurmu, tapi lo datang ke kampus dan memperbaiki mobil gue. Bukankah lo lebih keren daripada Doraemon?

“Vien, Gue nginep di rumah lo ya, ngerjain tugas abis itu kita main guitar hero.”
Dan lo pasti mengiyakan. Lalu ibu akan masak sesuatu yang lezat untuk makan malam, dan kita mengerjakan tugas sampai lelah. Dan di tengah malam kita akan menyalakan PS milik Fadli dan bermain guitar hero sampai kita mengantuk. Bukankah itu lebih seru daripada apa yang ada di kantong ajaib Doraemon?

“Ten, gue mau beli sepatu. Di sency ada buy one get one, yok kembaran sama gue.”
Dan lo pun langsung meluncur ke sana, dan menghabiskan berjam-jam untuk memilihnya. Hei, Doraemon bisa mengeluarkan sepatu dengan mudah dari kantong ajaibnya. Tapi membelinya bersama lo jauh lebih menyenangkan.

“Lam, plis bantuin gue bikin maket.”
Walaupun ngedumel, tapi toh lo tetap menyelesaikan maketku. Lo tahu, kalau lo nggak datang hari itu, gue mungkin nggak akan lulus sarjana, hahaha. Apa Doraemon juga punya alat pembuat maket arsitektur yang bikin gue lulus sarjana?

“Ram, bantuin gue…”
Saking banyaknya yang pernah gue minta, sampai gue sudah nggak ingat. Dari yang receh sampai yang besar. Dan selalu berhasil, dan selalu bagus hasilnya. Dan lo gak pernah protes, walaupun gue selalu menyebalkan. I think you’re the closest definition of being the Doraemon of my life? Tapi tentu saja lo lebih keren daripada Doraemon, hahaha!

“Ceb, gue mau pulang bawa bahan maket, tolong anterin gue dong.”
Dan lo pun mengantarkan gue dengan motor lo yang lucu itu. Gue deg-degan membawa lembaran styrofoam besar itu di atas motor lo, dan benar saja, styrofoamnya patah saat sampai rumah, hahaha. Tapi lo tertawa, dan gue tidak peduli styrofoamnya patah. Gue senang ada teman yang selalu ada di saat gue membutuhkannya. Bahkan lo jauh lebih baik dari Doraemon.

Ah, melihat sekitarku, apa perlu iri pada Nobita?


Special thanks untuk sahabatku yang namanya tersebut di sini: Alvin, Vivien, Tendra, Ghulam, Ramda, dan Cebi/Akbar (rahimahullah). Terima kasih atas semua kebaikan kalian yang sampai sekarang masih nggak bisa gue balas.

Babak Belur

Jalan jalan jalan

Tiba tiba harus lari

Tambah ransel di pundak lagi

Lari, lari,

Rasanya capek lari sendiri

Satu dua datang menemani

Kesandung, jatuh, bangun lagi

Capek, tapi terus lari

Capek lari terasa sepi,

Satu dua datang menemani

Kesandung, jatuh. Lalu diseruduk lagi

Jangankan jalan kaki,

Tapi ngesotpun aku tetap meniti.

Lari, lari…

Sudah finish?

Tapi aku sempoyongan dan jatuh lagi.

Kenapa aku lari lari?